Warga setempat menegaskan bahwa nilai KJPP dan NJOP adalah data krusial yang secara langsung menentukan besaran ganti rugi dalam pembebasan lahan atau penilaian aset untuk berbagai proyek Dinas PUPR. Tanpa akses terhadap informasi transparan ini, masyarakat kesulitan untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas dalam seluruh proses. Seorang warga, yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, mengungkapkan kekecewaannya. "Kami punya hak untuk tahu bagaimana proses penilaian KJPP dan NJOP untuk ganti rugi lahan proyek pemerintah dilakukan," ujarnya. "Kami hanya menerima undangan, tetapi salinan hasil kajian atau nilai harga tanah sama sekali tidak diberikan. Ini seolah-olah ada permainan kongkalikong."
Warga tersebut menambahkan bahwa masyarakat membutuhkan penjelasan komprehensif, mencakup rincian proyek, seperti peta lokasi pembangunan rumah sakit yang direncanakan di jalur dua Bukit Tengah, data lengkap tim pengadaan tanah, informasi detail tentang pemilik dan luas lahan yang terdampak, standar harga tanah per meter persegi, serta nama-nama pihak yang bertanggung jawab dalam penentuan harga tanah, mulai dari KJPP, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), hingga para teknisi. "Informasi yang diberikan sangat minim dan tidak jelas, membuat kami bertanya-tanya ada apa di balik semua ini," tambahnya dengan nada curiga.
Dugaan "Makelar Tanah" dan Potensi Penyimpangan Mencuat Absennya informasi yang jelas dan terbuka ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik-praktik tidak sehat di lapangan. Isu mengenai "makelar tanah" atau "tukang panjar tanah" mulai santer terdengar di sekitar area proyek pembangunan rumah sakit. Beberapa warga mengindikasikan adanya pihak ketiga yang mengambil keuntungan di tengah proses pengadaan lahan.
"Di tengah sulitnya ekonomi sekarang ini, tiba-tiba muncul makelar tanah alias tukang panjar tanah. Kalau tahu kami akan mengalami situasi seperti ini, lebih baik kami langsung berurusan dengan pemerintah saja," keluh seorang pemilik tanah lainnya, menyiratkan kerugian yang mungkin mereka alami akibat praktik tersebut.
Warga lain menegaskan kekesalannya, "Jika memang betul ada oknum yang terbukti mencari keuntungan pribadi di saat ekonomi masyarakat sedang sulit, cepat atau lambat hukum pasti akan berjalan dan mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya." Ketidakjelasan dan minimnya transparansi dalam proses ini dinilai membuka lebar celah bagi dugaan praktik tidak akuntabel yang pada akhirnya merugikan masyarakat luas.
Pentingnya Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dalam Tata Kelola Pemerintahan Situasi yang terjadi di Kabupaten Kerinci ini secara jelas menyoroti krusialnya penegakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Undang-Undang ini secara tegas mewajibkan setiap lembaga publik, termasuk Dinas PUPR, untuk menyediakan informasi yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan kepada masyarakat.
Pasal 4 UU KIP secara gamblang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh Informasi Publik. Lebih lanjut, Pasal 9 UU KIP menggarisbawahi kewajiban lembaga publik untuk menyediakan informasi publik secara berkala, serta-merta, dan setiap saat. Informasi mengenai penilaian properti oleh KJPP dan NJOP, terutama untuk proyek pembebasan lahan yang melibatkan kepentingan publik, seharusnya masuk dalam kategori informasi yang wajib diumumkan atau setidaknya mudah diakses oleh masyarakat. Penilaian oleh KJPP bukanlah rahasia negara, melainkan bagian integral dari proses administrasi publik yang harus diawasi oleh masyarakat demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.
Sikap tertutup yang ditunjukkan oleh Dinas PUPR Kabupaten Kerinci dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap semangat dan prinsip-prinsip yang diamanatkan oleh UU KIP. Hak masyarakat untuk mengetahui bagaimana uang negara dikelola dan kebijakan-kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka adalah hak dasar yang harus dihormati. Bahkan, masalah transparansi ini dikhawatirkan dapat mencoreng nama baik pemerintahan di bawah kepemimpinan Bupati Monadi, S.Sos., M.Si., yang baru menjabat, serta berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap kinerja pemerintah daerah.
Desakan Publik dan Harapan Akuntabilitas Pembangunan Daerah Masyarakat Kabupaten Kerinci kini mendesak Dinas PUPR untuk segera membuka diri dan memberikan penjelasan komprehensif. "Kami berharap Dinas PUPR dapat menjelaskan mekanisme pemilihan KJPP, ruang lingkup tugasnya, dan bagaimana masyarakat bisa mengakses hasil penilaian secara transparan," tambah warga lainnya. "Ini penting untuk membangun kepercayaan publik dan menghindari potensi masalah hukum atau sengketa di kemudian hari."
Hingga berita ini ditulis, pihak Dinas PUPR Kabupaten Kerinci belum memberikan tanggapan resmi terkait sorotan publik ini. Keheningan ini justru semakin menimbulkan keraguan dan pertanyaan di benak masyarakat. Publik menantikan langkah konkret dari pemerintah daerah agar setiap proses yang melibatkan kepentingan publik, terutama pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dapat berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Tanpa transparansi yang memadai, kepercayaan publik akan terus berkurang, dan tujuan pembangunan yang diharapkan dapat menyejahterakan rakyat justru akan diwarnai oleh keraguan dan ketidakpuasan yang berkepanjangan. Pungkas
(S boy)