Dugaan skandal korupsi mencuat di lingkungan Pemerintah Kota Sungai penuh. Sorotan tajam mengarah pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) terkait pengelolaan dana swakelola tahun anggaran 2024. Sejumlah aktivis antikorupsi menduga adanya kegiatan fiktif yang melibatkan dana fantastis, berpotensi merugikan negara miliaran rupiah.
Dana Swakelola "Misterius" Rp22 Miliar
Berdasarkan investigasi awal yang dihimpun dari berbagai sumber, terungkap bahwa sebagian besar kegiatan swakelola yang dipertanggungjawabkan di atas kertas tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Terdapat indikasi kuat bahwa beberapa proyek swakelola tidak pernah dilaksanakan, tetapi anggarannya tetap dicairkan dan dilaporkan seolah-olah telah selesai.
“Kalau dilihat dari dokumen, angkanya sangat besar, tetapi tidak ada hasil fisiknya. Kegiatan yang seharusnya menggunakan dana swakelola tidak ada realisasinya,” ungkap seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan ini diperkuat oleh LSM yang menuntut pemeriksaan terhadap Kepala Dinas PUPR Kota Sungaipenuh. LSM tersebut menemukan indikasi kegiatan swakelola fiktif senilai Rp22.195.406.444 dari total anggaran Dinas PUPR sebesar Rp91.342.271.279. Jumlah ini menjadi pertanyaan besar, mengingat minimnya realisasi fisik di lapangan.
Proyek Cacat Mutu dan Pelanggaran Prosedur
Skandal ini tidak hanya berhenti pada dugaan kegiatan fiktif. Kualitas proyek-proyek yang dikerjakan Dinas PUPR juga menjadi sorotan tajam. Aktivis antikorupsi dan anggota dewan menyoroti beberapa pekerjaan, termasuk rehabilitasi trotoar, yang dinilai cacat mutu dan tidak sesuai standar.
Lebih lanjut, proyek Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) 3R di 16 desa yang diawasi oleh BPK RI Perwakilan Jambi juga ditemukan bermasalah. BPK menduga adanya pelanggaran prosedur, di mana Rencana Anggaran Biaya (RAB) dibuat setelah pekerjaan selesai, bukan sebaliknya. Pengerjaan proyek ini diduga melalui program padat karya dan anggarannya ditumpangi melalui Alokasi Dana Desa (ADD).
Desakan Penegak Hukum untuk Bertindak Cepat
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas PUPR Kota Sungaipenuh belum memberikan keterangan resmi. Kepala Dinas PUPR, Khalik Munawar, belum merespons permintaan konfirmasi.
Menanggapi kebungkaman ini, sejumlah aktivis antikorupsi di Kerinci mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan Kepolisian, untuk segera mengambil langkah.
“Kami mendesak agar Kejaksaan dan pihak berwajib segera turun tangan memeriksa dokumen penggunaan anggaran swakelola PUPR. Jangan sampai uang rakyat sebesar itu raib tanpa manfaat dan pelaku lolos dari jerat hukum,” tegas salah satu aktivis lokal.
Jika terbukti, praktik ini merupakan tindak pidana korupsi yang menambah daftar panjang persoalan tata kelola keuangan daerah yang amburadul dan merugikan masyarakat. Publik menantikan langkah tegas dari penegak hukum untuk mengungkap tuntas dugaan penyimpangan ini. Pungkas
(S boy)