Kerinci, Fakta62.info-
Ratusan warga Desa Lubuk Paku, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, hari ini (5/11/2025), melancarkan aksi demonstrasi besar-besaran di depan area proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dikelola oleh PT Kerinci Merangin Hidro (KMH). Aksi protes ini merupakan puncak kekecewaan mendalam masyarakat atas dampak lingkungan dan ancaman bencana yang timbul sejak bendungan mulai beroperasi.
Tuntutan warga tidak hanya ditujukan kepada pihak perusahaan, tetapi langsung menyasar pusat kekuasaan. Mereka secara tegas meminta agar rencana peresmian proyek nasional ini ditunda.
Permintaan Resmi kepada Tiga Pucuk Pimpinan Negara
Dalam aksi yang berlangsung emosional, perwakilan masyarakat tampil di hadapan awak media menyampaikan pesan yang harus disimak oleh jajaran pejabat tinggi negara.
"Fakta di lapangan (menunjukkan), kami selaku masyarakat meminta kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo, Gubernur Jambi, Dr. H. Al Haris, S.Sos., M.H., dan termasuk Ketua DPRD Provinsi Jambi, Muhammad Hafiz Fattah, jangan dulu diresmikan sebelum ada penjelasan terkait permasalahan ini," ujar perwakilan warga dengan nada tinggi.
Permasalahan yang dimaksud sangat krusial, mencakup seluruh dampak, mulai dari kerusakan lingkungan hidup permanen hingga potensi bencana hidrologis yang mengancam keselamatan pemukiman warga. Tuntutan ini menunjukkan krisis kepercayaan warga terhadap penanganan dampak lingkungan oleh PT KMH dan pemerintah daerah.
Ancaman Bencana Mencekam dan Pengalihan Sungai Kontroversial
Kekhawatiran utama warga Desa Lubuk Paku adalah ancaman luapan air dan banjir bandang yang dipicu oleh dua faktor utama di sekitar bendungan:
1. Potensi Banjir Bandang saat Musim Hujan: Warga menjelaskan bahwa meskipun saat ini kondisi masih kemarau, tingkat genangan permanen di sepanjang sungai Lubuk Paku sangat berpotensi menyebabkan desa mereka terendam saat intensitas hujan meningkat.
2. Kebijakan Pengalihan Sungai yang Fatal: Ancaman diperparah oleh kebijakan baru-baru ini, di mana pengalihan sungai yang lama di Danau Kerinci dialihkan masuk ke bendungan PLTA. Warga menduga pengalihan ini akan menciptakan tekanan hidrologis yang masif dan tak tertangani di hilir bendungan.
Perwakilan warga memberikan perumpamaan ekstrem untuk menggambarkan bahaya yang akan datang: "Kapan luapan air naik, mungkin lebih gila daripada api yang sudah tidak bisa dikendalikan lagi!"
Pernyataan ini menggarisbawahi dugaan kegagalan mitigasi risiko bencana oleh PLTA dan mengecam pengalihan sungai yang dianggap dilakukan secara sepihak tanpa sosialisasi memadai kepada masyarakat terdampak.
Aksi demo hari ini adalah tindak lanjut dari Musyawarah Warga Desa Lubuk Paku yang diselenggarakan pada 26 September 2025. Hasil musyawarah menyimpulkan bahwa sejak beroperasinya PLTA, masyarakat telah kehilangan sumber daya alam yang menjadi fondasi utama kehidupan mereka.
Kerugian-kerugian permanen yang dialami warga meliputi:
* Hilangnya Sumber Mata Pencaharian: Masyarakat tidak lagi dapat mencari ikan, kerang, atau hasil sungai lainnya; sumber ekonomi tradisional utama telah hilang.
* Keterbatasan Material Bangunan: Warga kesulitan memperoleh material alam seperti pasir, batu, dan koral yang sebelumnya diambil dari sungai untuk kebutuhan pembangunan rumah dan infrastruktur dasar.
* Masalah Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan: Sungai tidak dapat lagi digunakan untuk mencuci dan mandi. Terjadi penumpukan sampah di aliran air yang menyebabkan bau busuk, meningkatkan populasi lalat dan nyamuk, serta dikhawatirkan memicu penyakit kulit dan demam.
Atas kerugian yang bersifat permanen ini, hasil musyawarah warga menetapkan tuntutan kompensasi sebesar Rp25 juta per Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai bentuk ganti rugi atas dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang diderita.
Hingga laporan ini disusun pada sore hari, pihak PT Kerinci Merangin Hidro (KMH) belum memberikan keterangan resmi kepada awak media terkait tuntutan warga, ancaman bencana hidrologis, maupun kebijakan pengalihan aliran sungai ke bendungan.
Tembusan keputusan musyawarah warga telah disampaikan kepada berbagai lembaga tinggi negara, menandakan bahwa masyarakat telah membawa isu ini ke tingkat tertinggi dan siap melanjutkan aksi jika tidak ada respons nyata dari pihak-pihak yang bertanggung jawab.
(S boy)







