Fakta.62.info
Jakarta — Sebuah warung sederhana yang berdiri depan lokasi tempat pencetakan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) di kawasan Samsat Jakarta Pusat–Jakarta Utara menjadi sorotan publik. Pasalnya, warung tersebut diduga tak berizin, namun tetap beroperasi bebas di area yang seharusnya steril dari aktivitas komersial.
Warung yang menjual rokok, kopi, dan minuman kemasan itu disebut-sebut telah berdiri cukup lama. Anehnya, harga jual di sana jauh lebih tinggi dibanding pasaran — misalnya, teh botol yang umumnya Rp5.000 dijual hingga Rp10.000 per botol. Padahal di dalam kompleks Samsat sendiri sudah tersedia kantin resmi yang dikelola koperasi, lengkap dengan fasilitas bagi petugas dan wajib pajak. Ironisnya, kantin resmi justru kalah ramai dari warung depan TNKB yang diduga bebas listrik dan sewa lapak selama bertahun-tahun.
Ketika awak media mencoba mengonfirmasi legalitas usaha tersebut melalui telepon WhatsApp kepada nomor yang diduga milik pemilik warung, wartawan justru diblokir tanpa alasan.
Pantauan di lapangan juga menunjukkan adanya pelanggaran terhadap Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 40 Tahun 2020 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Padahal area Samsat termasuk dalam kategori tempat umum dan tempat kerja yang wajib bebas asap rokok. Ironisnya, pengunjung tampak bebas merokok, bahkan rokok dijual secara terbuka di warung tersebut.
Upaya konfirmasi kepada pihak Samsat juga tidak membuahkan hasil. Petugas yang dihubungi melalui pesan singkat enggan memberikan keterangan resmi.
Zona Pelayanan Publik yang ‘Disulap’ Jadi Lapak Dagang
Lebih jauh, di sekitar area samsat sebenarnya terpampang jelas plang peringatan dari Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) Provinsi DKI Jakarta bertuliskan:
“Barang siapa merusak, memasuki, atau memanfaatkan tanah ini tanpa izin, diancam hukuman penjara/denda sesuai Pasal 167 jo 385 jo 389 jo 551 KUHP.”
Namun faktanya, warung tersebut masih berdiri dan beroperasi seolah kebal hukum. Dari hasil penelusuran lapangan, pemilik warung juga diduga kerap berperan sebagai calo di kawasan tersebut. Selain itu, bangunan warung tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Provinsi DKI Jakarta, karena berdiri di zona pelayanan publik yang seharusnya bebas dari aktivitas perdagangan liar.
Menurut informasi yang dihimpun, sejak Januari 2025 seharusnya warung tersebut yang ada di area depan TNKB sudah direlokasi ke kantin resmi Samsat, namun warung tersebut tetap bertahan tanpa tersentuh penertiban.
Publik Bertanya: Siapa yang Melindungi?
Keberadaan warung tersebut kini menimbulkan pertanyaan besar. Siapa yang melindungi usaha ilegal di kawasan strategis milik pemerintah ini? Apakah ada oknum yang di duga membekingi, atau justru pembiaran dari instansi terkait?
Tim fakta62.info akan terus melakukan penelusuran mendalam untuk mengungkap siapa di balik warung tersebut serta menanti klarifikasi resmi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pihak Samsat agar tidak menimbulkan kecurigaan adanya praktik pembiaran terhadap usaha ilegal di kawasan pelayanan publik tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Samsat maupun Pemprov DKI. Redaksi membuka ruang hak jawab Terkait pemberitaan ini.
📰 Catatan Redaksi:
Laporan ini merupakan bagian dari investigasi lapangan tim jurnalis fakta62.info dalam rangka menjalankan fungsi pers sebagaimana dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta UU Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008).
Sumber patroli86.com







