Kawasan hutan lindung pesisir Pantai Bekisaran yang seharusnya berada di bawah penguasaan penuh negara kini beralih fungsi di miliki dan dikuasai oleh seorang pengusaha kebun ubi dan kelapa sawit. Lahan ratusan hektare tersebut di miliki oleh Slamet, (selamet ubi) warga Desa Lubuk Besar, Dusun B1, Kecamatan Lubuk Besar, Sabtu, 20 Desember 2025.
Hasil temuan tim investigasi menunjukkan perubahan total bentang alam. Wilayah yang dahulu dikenal masyarakat sebagai sarang ikan alami hingga perairan “air hijau”—indikator kesuburan ekosistem pesisir—kini lenyap. Vegetasi alami digantikan barisan tanaman ubi dan sawit, menutup kawasan lindung yang secara hukum dilarang untuk aktivitas perkebunan komersial.
Penguasaan kawasan ini memunculkan pertanyaan publik yang keras: bagaimana mungkin hutan lindung negara dapat dikuasai dan dimiliki sebagai kebun pribadi? Aktivitas perkebunan berlangsung terbuka dan berkelanjutan, menimbulkan sorotan tajam terhadap fungsi pengawasan Dinas Kehutanan dan aparat penegak hukum yang semestinya mencegah alih fungsi sejak awal.
Dampak yang ditimbulkan bukan sekadar perubahan lanskap. Habitat ikan hilang, kualitas perairan menurun, abrasi mengancam, dan mata pencaharian nelayan tergerus. Kerusakan ini berarti kehilangan aset negara. yg mana semesti nya kawasan hutan lindung. dan kawasan hutan produksi.patut di jaga untuk kelanjutan orang banyak
Melanggar Hukum: Ancaman Penjara Panjang dan Denda Miliaran
Penguasaan dan pemanfaatan hutan lindung untuk kebun ubi dan sawit merupakan pelanggaran serius dengan sanksi tegas berdasarkan peraturan perundang-undangan:
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
➤ Penjara hingga 10 tahun
➤ Denda maksimal Rp5 miliar
UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
➤ Penjara 8–15 tahun
➤ Denda Rp1–10 miliar
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
➤ Penjara 3–10 tahun
➤ Denda Rp3–10 miliar, disertai kewajiban pemulihan lingkungan dan perampasan keuntungan usaha
Pubik Wajib mengetahui
Masyarakat mendesak Satgas PKH, Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, serta Dinas Kehutanan untuk segera menyegel kawasan, menghentikan seluruh aktivitas kebun ubi dan sawit, serta memproses hukum terhadap pelaku perusakan dan kepemilikan hutan lindung yang dapat merugi negara secara terbuka dan tuntas.
“Ini bukan konflik lahan biasa. Ini penguasaan.dan kepemilikan hutan lindung negara untuk kepentingan usaha pribadi yang jelas jelas melanggar berat. Jika dibiarkan, hukum kehilangan wibawanya,” tegas sumber tim investigasi.
Hingga berita ini diterbitkan, Slamet belum memberikan keterangan resmi. Tim investigasi menyatakan akan terus mengawal kasus ini sampai penegakan hukum benar-benar dijalankan tanpa kompromi.
Fakta62 ( TR/Tim)





