Beritaindo.Online
- Pilunya wanita ini curhat ke polisi setelah tahu suaminya menjadi korban jual beli ginjal sindikat internasional di Kamboja.
Suami wanita tersebut ternyata menjual ginjalnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Suami wanita tersebut merupakan satu dari 122 orang korban sindikat jual beli ginjal internasional yang baru saja terungkap.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan, para korban secara sukarela menjual ginjal mereka melalui sindikat internasional.
Para korban secara sadar diberangkatkan ke Kamboja untuk menjual ginjal mereka demi mendapatkan uang.
Bahkan kata Hengki, para korban tak pernah disiksa atau merasakan kekerasan dari kelompok sindikat Internasional tersebut.
"Enggak ada (penyiksaan), sukarela semua," ujar Hengki kepada wartawan, Jumat.
Meski demikian, polisi tidak menganggap para penderma ginjal itu sebagai pelaku tindak kejahatan.
Mereka dianggap sebagai korban yang dieksploitasi oleh para sindikat, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO).
"Dalam pengertian eksploitasi dalam UU TPPO, itu dengan persetujuan atau tanpa persetujuan itu termasuk dalam klausul TPPO," ujar dia.
Polisi bersimpati dengan para korban yang harus sampai menjual ginjal mereka demi kebutuhan ekonomi.
Hengki menuturkan, beberapa keluarga korban jual beli ginjal itu bahkan sempat datang ke Polda Metro sambil menangis.
"Beberapa keluarga korban sempat datang ke Polda Metro nangis. Salah satunya seorang istri ketika tahu sang suami yang ngakunya kerja ke luar negeri, ternyata menjual ginjalnya, ini kan miris," ucap Hengki.
Incar kelompok rentan
Hengki mengatakan, sindikat jual beli ginjal internasional selalu mengincar kelompok rentan untuk menjadi korbannya.
Korban kategori kelompok rentan ini, kata Hengki, nekat menjual ginjalnya karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi pasca diterpa pandemi covid-19.
"Kami perlu sampaikan bahwa tindak pidana saat ini, terkait dengan tindak pidana perdagangan orang yang meliputi perekrutan, pengangkutan, penampungan, pemindahan, termasuk dengan memanfaatkan posisi rentan dengan tujuan eksploitasi," kata Hengki di gedung Dirreksrimum Polda Metro Jaya, Kamis (20/7/2023).
Mereka yang menjadi korban pun merupakan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda.
Hengki memerinci, para korban itu ada yang berprofesi sebagai pedagang hingga seorang lulusan strata-2, yang tidak bisa bekerja karena menjadi pengangguran.
"Profesi korban ini ada pedagang, ada guru privat, bahkan calon pendonor ini ada yang S2 dari universitas ternama, karena tidak ada kerjaan dari dampak pandemi (covid-19) ini," ucap Hengki.
"Kemudian juga ada buruh, sekuriti, dan sebagainya. Jadi, motifnya sebagian besar adalah ekonomi dan posisi rentan ini dimanfaatkan oleh sindikat ini," imbuh dia.
Sumber:Tribun.Com