Menurut Femmy Suluh, kondisi ini bukan sepenuhnya disebabkan oleh minimnya minat siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, melainkan lebih kepada persoalan geografis, persebaran penduduk, hingga kendala sosialisasi pendaftaran secara digital.
“Beberapa sekolah yang kosong pendaftar SPMB-nya berada di wilayah-wilayah yang secara geografis cukup terpencil dan sulit dijangkau. Ini berdampak pada akses informasi yang kurang maksimal diterima oleh calon peserta didik,” jelas Suluh.
Ia juga menyoroti bahwa sebagian masyarakat di daerah pelosok masih belum terbiasa dengan sistem pendaftaran online yang kini menjadi standar dalam proses seleksi masuk perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan kejuruan.
“Kami menemukan adanya kendala teknis seperti keterbatasan sinyal internet, serta rendahnya literasi digital di beberapa daerah. Hal ini tentu menjadi perhatian serius kami di Dinas Pendidikan,” tambahnya.
Dinas Pendidikan Sulut saat ini tengah melakukan evaluasi dan langkah strategis, termasuk kemungkinan membuka kembali gelombang pendaftaran tambahan, mengintensifkan sosialisasi ke daerah-daerah terpencil, serta bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk memastikan tidak ada siswa yang tertinggal.
Pihaknya juga menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen menjamin akses pendidikan merata bagi seluruh anak-anak Sulut.
“Kami mendorong agar kepala sekolah dan para guru proaktif mendampingi siswa dalam proses pendaftaran dan memberikan motivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi,” ujar Kadis.
Dengan situasi ini, Dinas Pendidikan berharap dukungan dari semua pihak, termasuk orang tua, perangkat desa, hingga tokoh masyarakat, agar anak-anak Sulawesi Utara tidak kehilangan kesempatan menempuh pendidikan demi masa depan yang lebih baik.
(Britmi)