Jakarta, fakta62.info-
Satgas Pangan Polri baru saja meningkatkan status kasus beras tidak sesuai mutu standar pada klaim kemasan atau beras oplosan ke tahap penyidikan. Polisi telah menemukan unsur pidana dalam kasus ini. Sejumlah pasal diduga telah dilanggar oleh oknum produsen beras.
Ada dua senjata polisi untuk mengusut kasus beras oplosan, yakni pasal perlindungan konsumen dan pasal soal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Pasal yang kita persangkakan terhadap perkara tersebut yaitu tindak pidana perlindungan konsumen dan atau pencucian uang dengan cara memperdagangkan produk beras yang tidak sesuai dengan standar mutu pada label kemasan,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Kamis (24/7/2025) kemarin.
UU Perlindungan Konsumen Pidana awal yang diduga terjadi adalah tercorengnya hak-hak konsumen, yaitu produk yang dibeli tidak sesuai dengan janji dalam kemasan.
Untuk itu, penyidik menggunakan pasal perlindungan konsumen, yaitu Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf A dan F Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang melaran penjualan produk yang "tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dengan label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atau jasa tersebut."
Diketahui, ancaman hukuman Pasal 62 Undang-undang Perlindungan Konsumen yaitu pidana penjara 5 tahun maksimal dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Berdasarkan pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan terhadap sejumlah ahli, Polri menemukan kalau sejumlah karung beras yang dikatakan sebagai “beras premium” tidak sepenuhnya benar.
Pencucian uang Sementara itu, untuk pasal TPPU yang digunakan adalah Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Untuk ancaman hukuman Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu pidana penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Saat ini, Helfi belum menjelaskan alasan pasal TPPU digunakan dalam kasus ini. Tapi, penyidik akan melakukan penelusuran aset dari pihak-pihak yang diduga terlibat. “Selanjutnya, (penyidik akan) melakukan tracing asset atas hasil kejahatan tindak pidana asal yang tadi kami sampaikan,” kata Helfi.
Definisi beras oplosan Ada komposisi atau takaran yang dipermainkan oleh sejumlah produsen nakal agar beras mereka dapat disebut sebagai “beras premium”.
Jika merujuk pada standarisasi yang ditentukan, komposisi beras premium mayoritas harus merupakan beras kepala. Tepatnya, 85 persen dari seluruh isi harus beras yang dikategorikan beras kepala.
Sementara, 15 persen sisanya bisa berupa beras yang mungkin tidak utuh atau ada sedikit terpotong.
“Pecahannya 15 persen, maksimal, tidak boleh lebih dari itu. Nah ini (ditemukan) lebih, pecahannya mungkin 20-25 persen,” kata Helfi.
Helfi mengatakan, perubahan komposisi ini adalah hal yang dilakukan dengan sengaja oleh produsen nakal. “Yang (pakai) teknologinya modern, memang pakai setting. Beras ini saya (produsen) bikin pecahan 15, tinggal pencet 1 dan 5.
Artinya, sudah ada niat jahat di situ,” jelas Helfi. Ia mengatakan, tidak mungkin produsen pura-pura tidak tahu komposisi yang mereka masukkan tidak sesuai standar karena untuk pengemasan perlu dilakukan pengaturan yang spesifik.
Belum ada tersangka Penyidik juga akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak dari korporasi dan produsen beras yang memproduksi merek beras tidak sesuai dengan standar mutu.
Sejauh ini, diketahui ada 5 merek yang disebutkan tidak memenuhi standar mutu yang ditentukan. Karena status kasus ini baru naik ke penyidikan, penyidik belum menentukan siapa tersangka dalam perkara ini.
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti dan permintaan keterangan pada saksi, penyidik akan melakukan gelar perkara untuk menetapkan pihak-pihak yang menjadi tersangka.