Transparansi Dipertanyakan, Projo Kepri Siap Lapor Dugaan Pelanggaran Reklamasi di Batam

Transparansi Dipertanyakan, Projo Kepri Siap Lapor Dugaan Pelanggaran Reklamasi di Batam

Selasa, 15 Juli 2025, Juli 15, 2025

 

Batam, fakta62.info-  



Indonesia dikenal sebagai negara dengan ekosistem mangrove terluas di dunia, mencapai 3,3 juta hektare yang membentang di sepanjang pesisir dan pulau-pulau kecil. Mangrove tak hanya pohon di tepi laut—ia adalah benteng alami dari abrasi, tsunami, hingga krisis iklim global. Bahkan, Indonesia menyumbang sekitar 17 persen dari total cadangan karbon biru dunia.


Namun, ironi muncul dari wilayah barat Pulau Batam, Kepulauan Riau. Investigasi yang dilakukan Dewan Pimpinan Daerah Pro Jokowi (DPD Projo) Kepulauan Riau bersama sejumlah jurnalis pada 8 Juli 2025 menemukan dugaan reklamasi ilegal di dua pulau sekaligus: Pulau Pial Layang dan Pulau Kapal Besar. Kedua pulau ini berada dalam pengelolaan satu grup perusahaan milik seorang pengusaha bernama Hartono. Pulau Kapal Kecil yang masih dalam satu grup, disebut masih dalam tahap rencana eksekusi.







Alat Berat Beroperasi, Tanpa Papan Proyek


Pantauan di lapangan menunjukkan keberadaan alat berat seperti excavator dan dump truck yang beroperasi di pesisir pulau, tepat di hadapan perairan Singapura. Ironisnya, vegetasi mangrove di lokasi tersebut masih aktif tumbuh.


Lebih mengejutkan, tidak ditemukan papan informasi kegiatan sebagaimana diwajibkan dalam setiap proyek yang menggunakan ruang publik. Warga sekitar pun mengaku tak pernah menerima sosialisasi ataupun informasi terkait kegiatan tersebut.


“Sampai sekarang kami tidak tahu proyek apa ini. Tidak ada papan kegiatan, tidak ada pemberitahuan lingkungan,” ujar Zul, warga Pulau Sekanak Raya yang berjarak tidak jauh dari lokasi.


Ditemui Hartono, Didelegasikan ke Legal yang Tak Kunjung Ditemui


Saat di Pulau Pial Layang, rombongan DPD Projo Kepri dan awak media sempat bertemu langsung dengan Hartono, pemilik PT Citra Buana Park, yang saat itu hadir bersama seorang investor.


“Untuk lahan ini rencananya akan dibuat waduk penampungan air hujan, karena kalau musim kemarau, air sulit,” ujar Hartono.


Namun pernyataan tersebut menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, Pulau Pial Layang adalah pulau kosong tanpa penduduk. Selain itu, sebagian kawasan hutannya juga sudah dibuka untuk proyek.


“Memang ke depan kita akan bangun hotel resort seperti Nirup. Karena hunian masih kurang dan tamu cukup banyak,” tambah Hartono.


Saat ditanya mengenai legalitas proyek, Hartono meminta agar pertanyaan dilanjutkan ke bagian legal perusahaan bernama Rio di Kantor Citra Buana Prakarsa, Harbour Bay.


Namun, hingga dua kali kunjungan ke kantor tersebut—terakhir pada 9 Juli 2025—pihak legal tak kunjung bisa ditemui. Satpam hanya mengatakan bahwa Rio sedang tidak berada di tempat dan akan menghubungi kembali. Sampai 15 Juli 2025, tidak ada tanggapan.


Pulau Kapal Besar: Mangrove Hampir Habis


Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke Pulau Kapal Besar. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sekitar 90 persen vegetasi hutan, termasuk mangrove, telah hilang. Pihak keamanan perusahaan bersikap terbuka dan menemani peninjauan lapangan, namun legalitas kegiatan tetap belum jelas.


“Kalau legal, kenapa sembunyi-sembunyi? Kenapa tidak ada papan proyek? Ini menyangkut keberlanjutan lingkungan dan hak hidup masyarakat pesisir,” kata Dado Herdiansyah, Sekretaris DPD Projo Kepri.


Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak investasi, tetapi menuntut agar semua kegiatan dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur hukum.





Pemerintah dan Instansi Terkait Bungkam


Upaya konfirmasi kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kepri, Hendri ST, hingga kini belum membuahkan hasil 


Sebelumnya, rombongan PSDKP Batam bersama sejumlah instansi terkait juga dikabarkan telah meninjau kedua pulau tersebut. Namun, belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan.


“Pengawasan lemah, keterbukaan tidak ada. Ini mencerminkan sistem yang sedang sakit. Padahal undang-undang sudah sangat jelas,” tegas Dado.


Ombudsman: APL Tapi Harus Tetap Ada Izin


Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepri, Lagat Siadari, menyatakan bahwa lahan yang dimaksud memang berstatus APL (Areal Penggunaan Lain), bukan kawasan hutan. Namun ia menegaskan bahwa seluruh kegiatan tetap harus mengikuti prosedur dan perizinan yang sah.


“Apakah aktivitas PT Citra Buana Prakarsa telah memenuhi seluruh syarat perizinan? Ini yang masih belum jelas,” kata Lagat.


Ia menambahkan bahwa Tim KPHL Unit II Batam telah melakukan peninjauan ke Pulau Kapal Kecil yang juga masuk dalam pengelolaan perusahaan yang sama.



Potensi Pelanggaran Hukum


Jika benar kegiatan reklamasi berlangsung tanpa dokumen AMDAL dan izin lingkungan, maka perusahaan berpotensi melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Sanksinya:

Hukuman penjara hingga 3 tahun

Denda hingga Rp3 miliar


Selain itu, proyek reklamasi di kawasan pesisir wajib memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) sesuai Permen KP No. 28 Tahun 2021. Tanpa dokumen ini, proyek dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.


Mangrove yang Hilang, Kehidupan yang Terancam


Bagi masyarakat pesisir, mangrove adalah lebih dari sekadar tanaman. Ia adalah penjaga pantai, habitat biota laut, dan penopang ekonomi nelayan. Ketika mangrove hilang, yang musnah bukan hanya ekosistem—tetapi juga harapan masyarakat yang menggantungkan hidup dari laut.


DPD Projo Kepulauan Riau menyatakan akan menempuh jalur hukum untuk melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK, KKP, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung RI.


“Kami tidak bisa tinggal diam. Ini menyangkut kelangsungan lingkungan hidup dan masa depan generasi mendatang,” kata Dado Herdiansyah.


Ia menegaskan bahwa pihaknya telah mengumpulkan cukup data, dokumentasi, dan bukti visual dari lapangan.


“Setelah kami turun langsung dan memiliki data yang cukup, kami siap mengambil langkah tegas. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral kami terhadap lingkungan dan masyarakat,” tutup Dado.

TerPopuler