Sarolangun, fakta62.Info-
Dugaan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) mencuat di Desa Pelawan Jaya, Kecamatan Pelawan, Kabupaten Sarolangun. Sebanyak 75 warga mengaku dipungut biaya sebesar Rp600 ribu per orang oleh pihak desa. Angka ini tiga kali lipat lebih besar dari biaya resmi yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp200 ribu.
Fakta pungli ini bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri (Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa PDTT). Dalam surat tersebut, biaya maksimal yang boleh dibebankan kepada masyarakat untuk program PTSL diatur hanya Rp200 ribu.
Pungutan ini tidak hanya diucapkan, tetapi juga dituangkan dalam surat pernyataan bermaterai Rp10 ribu yang ditandatangani oleh warga. Salah seorang warga, Herman, mengungkapkan bahwa ia menyerahkan uang Rp600 ribu langsung kepada perangkat desa. "Biaya itu kami bayar agar bisa ikut PTSL. Kami tahu biaya resminya tidak sebesar itu, tapi kami hanya ikut saja karena disuruh tanda tangan surat bermaterai," ujar Herman.
Dugaan Pemerasan dan Kriminalisasi terhadap Wartawan
Informasi mengenai pungli ini diberitakan oleh media SuaraIndonesia1.com. Namun, dua wartawannya, Djarnawi Kusuma dan Depi Afrijal, justru mendapatkan intimidasi. Keduanya dilaporkan atas dugaan pemerasan.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap jurnalis yang bekerja sesuai fakta. Padahal, pemberitaan dilakukan berdasarkan bukti dokumen dan kesaksian warga di lapangan.
Pekerjaan wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Beberapa pasal yang relevan antara lain:
* Pasal 4 ayat (3): Pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
* Pasal 8: Wartawan mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya.
Pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan seharusnya menggunakan hak jawab atau mengadukan persoalan ke Dewan Pers, bukan menempuh jalur pidana.
Tuntutan Penegakan Hukum dan Perlindungan Pers
Masyarakat Desa Pelawan Jaya dan sejumlah awak media mendesak aparat hukum, termasuk Kejaksaan Negeri Sarolangun, Inspektorat Daerah, dan Tim Saber Pungli, untuk mengusut tuntas dugaan pungli ini."Jika kasus seperti ini dibiarkan, hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,"ujar seorang tokoh masyarakat yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi integritas penegak hukum dan kebebasan pers di Sarolangun. Jika pungli dibiarkan dan wartawan dibungkam, kepercayaan publik terhadap keadilan akan hilang. Redaksi SuaraIndonesia1.com berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. "Pers bukan musuh, melainkan pilar keempat demokrasi yang wajib dilindungi," tutup mereka.
(S boy)