Kerinci, Fakta62.Info – Kejaksaan Negeri Sungai Penuh telah menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) di Kerinci senilai Rp2,7 miliar. Proyek tersebut kembali menjadi sorotan publik karena dugaan adanya keterlibatan pihak-pihak lain yang belum tersentuh hukum.
Para tersangka yang telah ditetapkan meliputi seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), seorang Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), lima kontraktor, dan tiga Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Dinas Perhubungan serta Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ).
Kasus ini menyisakan pertanyaan besar di kalangan publik, terutama terkait aktor utama di balik skandal tersebut. Dugaan ini muncul karena proyek PJU dipecah menjadi 41 paket pekerjaan. Pemecahan paket ini diduga sengaja dilakukan untuk menghindari proses tender dan beralih ke penunjukan langsung.
Pemecahan paket pekerjaan ini sering kali dikaitkan dengan Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) Anggota DPRD. Pokir merupakan aspirasi masyarakat yang dihimpun oleh anggota dewan melalui kegiatan reses. Aspirasi ini kemudian diusulkan dan diperjuangkan agar masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Secara hukum, Pokir dianggap sah selama prosesnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun, dalam kasus proyek PJU ini, keterlibatan Pokir menjadi sorotan karena adanya dugaan pemecahan paket pekerjaan. Jika terbukti Pokir digunakan untuk memanipulasi proses pengadaan demi menghindari tender, hal tersebut dapat menjadi pintu masuk bagi tindak pidana korupsi.
Dugaan pelanggaran dalam pengadaan proyek ini mengacu pada beberapa peraturan, di antaranya:
* Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
* Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 (Perubahan atas Perpres No. 16 Tahun 2018), khususnya Pasal 83 yang secara jelas melarang pemecahan paket pekerjaan untuk menghindari tender.
* Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang turut serta atau membantu tindak pidana.
Konsultan Pengadaan jasa konsultasi perencanaan dan pengawasan senilai Rp57.225.000 yang dimenangkan oleh CV Syandananirwasita Indotech juga menjadi tanda tanya. Sebagai konsultan, perusahaan tersebut seharusnya bertanggung jawab penuh secara hukum atas mutu dan teknis proyek. Namun, hingga kini pihak konsultan belum ditetapkan sebagai tersangka.
Kecurigaan publik juga mengarah pada Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (Kabag PBJ) yang diduga menjadi pengendali pemecahan paket pekerjaan. Ketiadaan nama mereka dalam daftar tersangka menimbulkan spekulasi mengenai adanya "orang kuat" yang melindungi para pejabat tersebut.
Kasi Pidsus Kejari Sungai Penuh, Yogi Purnomo, S.H., M.H., dalam konferensi pers pada 5 Agustus 2025, menegaskan bahwa keterlibatan konsultan masih didalami. Ia juga menyebut adanya modus baru dalam pengadaan, yaitu pemecahan tender menjadi penunjukan langsung. "Perkembangan kasus ini akan terlihat dari hasil persidangan nanti," ujarnya.
Masyarakat Kerinci kini menanti hasil persidangan, apakah kasus ini akan berhenti pada tersangka yang sudah ditetapkan, atau justru akan membongkar aktor-aktor besar yang selama ini diduga kebal hukum.
(S boy)