Latar Belakang Konflik ini berawal dari keluhan dan tuntutan warga terkait dampak operasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) milik PT KMH. Masyarakat merasa aktivitas PLTA telah membawa kerugian, sehingga mereka menuntut kompensasi. Tuntutan ini diwakilkan oleh Nanang Sudayana, yang mengajukan kompensasi sebesar Rp300 juta per kepala keluarga (KK).
Namun, negosiasi awal menemui jalan buntu. Pihak PT KMH, yang diwakili oleh Humas Aslori, hanya menyanggupi kompensasi sebesar Rp5 juta per KK. Perbedaan nilai yang sangat jauh ini memicu ketidakpuasan dan ketegangan di kalangan masyarakat, yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan daerah.
Setelah melalui diskusi dan negosiasi yang intens, titik temu pun berhasil dicapai. Pihak PT KMH dan perwakilan warga akhirnya menyepakati nilai kompensasi sebesar Rp5 juta per KK. Keputusan ini menunjukkan adanya kompromi dari kedua belah pihak demi mencapai perdamaian.
Selain kesepakatan kompensasi, perjanjian damai ini juga mencakup komitmen penting lainnya yang harus ditaati oleh kedua belah pihak:
1.omitmen Lingkungan dari PT KMH: PT KMH berjanji untuk menjaga kelestarian lingkungan, khususnya terkait operasional regulating weir atau bendungan pengatur, agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi warga sekitar.
* Bupati Kerinci, Monadi, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Timdu.
Bupati Monadi dalam sambutannya menekankan pentingnya menjaga stabilitas dan keamanan pascakonflik. "Kami berharap kondisi Kamtibmas di Pulau Pandan dan Karang Pandan tetap kondusif. Jangan sampai ada masyarakat yang terprovokasi oleh isu yang tidak benar. Mari kita dukung pembangunan demi kemajuan Kerinci," tegasnya.
(S boy)