Kerinci, fakta62.info-
Warga Desa Simpang Tutup, Kecamatan Gunung Kerinci, Jambi, mengeluhkan dugaan penyimpangan penggunaan dana desa yang selama ini terjadi. Sejumlah alokasi anggaran, mulai dari gaji perangkat desa, Bantuan Langsung Tunai (BLT), hingga dana Karang Taruna, diduga tidak jelas pertanggungjawabannya. Hal ini memicu keresahan dan mendorong warga mendesak aparat penegak hukum, terutama Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, untuk segera melakukan audit dan penyelidikan.
Dugaan tersebut mencuat setelah sejumlah warga menemukan kejanggalan. Seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya menyebutkan bahwa dana BLT yang sudah dibagikan kepada masyarakat diduga dipungut kembali. "Siang hari BLT dibagikan dan sempat didokumentasikan. Tapi setelah itu uangnya malah dipungut kembali," ujarnya. Selain itu, dana Karang Taruna senilai sekitar Rp48 juta juga diduga tidak jelas penggunaannya.
Keresahan warga semakin kuat karena beberapa proyek pembangunan yang seharusnya terlaksana diduga mangkrak. Berdasarkan keluhan warga, proyek-proyek tersebut antara lain:
- Tahun 2023: Proyek pembangunan lumbung desa senilai sekitar Rp146 juta diduga tidak terealisasi.
- Tahun 2024: Penggunaan dana tahap ketiga sebesar Rp379,3 juta dari total anggaran Rp701,7 juta diduga tidak jelas peruntukannya.
- Tahun 2025: Anggaran sekitar Rp180 juta untuk pembangunan MCK dan jembatan diduga belum menampakkan hasil.
Masyarakat juga mengungkapkan ketidakpercayaan terhadap hasil pemeriksaan Inspektorat tahun 2022 dan 2023 dan menduga adanya kerja sama antara oknum di lembaga tersebut dengan pihak desa. "Kami sudah tidak percaya lagi. Karena itu, kami mendesak Kejaksaan Tinggi maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melapor ke aparat penegak hukum," tegas seorang warga yang bersedia menjadi saksi.
Kepala Desa Eflizar hingga berita ini diturunkan sulit dimintai konfirmasi. Upaya wartawan Fakta62.Info untuk menghubunginya melalui telepon dan pesan singkat tidak mendapat respons. Keberadaannya pun simpang siur, yang semakin menambah tanda tanya.
Warga menegaskan bahwa tuntutan mereka sederhana: kejelasan dan keadilan atas hak-hak dasar dan fasilitas yang seharusnya mereka terima. "Bukan hanya pembangunan yang mangkrak, tapi juga gaji perangkat desa dan bantuan sosial seolah hilang. Kami merasa ditipu," ungkap salah seorang warga.
(S boy)