Pinrang, Fakta62.info-
Kuasa hukum Lambolong, Musakkar, S.H., mengatakan laporan tersebut diajukan karena kliennya merasa lahannya digarap oleh orang lain tanpa izin. “Klien kami memiliki kebun di Kelurahan Tellumpanua yang digarap oleh seseorang bernama Bur. Bur mengaku disuruh menggarap kebun itu oleh Pak Habir dan digaji setiap bulan. Karena itu, kami melaporkan Pak Habir ke Propam Mabes Polri sebab beliau tidak memiliki hak atas kebun tersebut,” ujarnya seperti dikutip dari BeritaSulsel.com, Sabtu (1/11/2025).
Menurut Musakkar, lahan tersebut dibeli Lambolong pada tahun 1997 dari Andi Sukri Paewai Hamid, warga Desa Lotang Salo, Kecamatan Suppa. “Pembelian lahan itu sah secara hukum dengan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan Camat Suppa saat itu, Drs. Muhammad Amin Lanny, selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Setelah itu terbit sertifikat tanah atas nama Lambolong dengan nomor 129 tahun 1997,” jelasnya.
Musakkar menuturkan, kliennya telah mengelola lahan tersebut sejak pembelian, dan sengketa baru muncul pada tahun 2024 setelah ada pihak lain yang mengklaim kepemilikan lahan. Pihak Lambolong menilai klaim tersebut keliru karena sertifikat yang dipegang pihak lain terbit setelah milik kliennya.
“Seharusnya, jika memang merasa memiliki hak, pihak lain menempuh jalur hukum melalui pengadilan, bukan dengan cara-cara di luar ketentuan,” tambahnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terpisah, IPTU Habir membantah tudingan yang dialamatkan kepadanya. “Mereka (Bur dan istrinya) mau menjebak saya. Mereka bilang saya yang gaji mereka padahal tidak benar. Saya hanya kebetulan punya kebun di sampingnya, jadi kalau ada waktu saya mampir ke sana. Tidak benar saya menggaji atau menyuruh mereka menggarap kebun itu,” ujarnya seperti dikutip dari BeritaSulsel.com.
Hingga berita ini diterbitkan, kasus sengketa lahan tersebut masih bergulir dan menunggu tindak lanjut dari pihak berwenang.





