Beritaindo.Online
- Ayah di Bukit Timah, Singapura, Xavier Yap Jung Houn (50) berlaku kejam. Dia tega membunuh anak kembar karena takut anaknya tersebut tak ada yang merawatnya.
Ayah kejam ini mengaku telah mencekik dan membenamkan wajah kedua anaknya ke dalam kanal untuk memastikan benar-benar tewas.
Peristwa itu terjadi pada 2022. Dan Selasa (15/8/2023), Yap menatap kosong ke angkasa saat fakta-fakta kasus tersebut dibacakan di pengadilan.
Kejaksaan mengatakan para korban secara resmi didiagnosis dengan keterlambatan perkembangan global dan gangguan spektrum autisme pada 2017.
Mereka diduga menderita gangguan spektrum autisme sejak mereka berusia dua tahun.
Meski disarankan agar si kembar ditempatkan di sekolah pendidikan khusus, ibu mereka kesulitan menerima kondisi putranya.
Para korban terdaftar di Sekolah Dasar 1 di sekolah umum pada usia sembilan tahun, sementara mereka masih belum dapat berbicara.
Karena anak kembar itu mengalami kesulitan belajar, ibu mereka dan pembantu rumah tangga keluarga selalu menemani setiap anak ke kelas mereka di sekolah.
Hubungan Baik dengan Anak
Pengadilan mendengar bahwa Yap memiliki hubungan yang baik dengan putra-putranya, dan biasanya tidak mendisiplinkan mereka dengan kekuatan fisik.
Dia juga lebih terlibat dalam studi mereka setelah mereka mendaftar di sekolah tersebut.
Suatu hari di tahun 2019 dan 2020, Yap mulai lebih mengkhawatirkan masa depan putranya.
Dia sedih karena istrinya tidak dapat menerima kondisi mereka.
Penuntut mengatakan bahwa ibu si kembar sering marah kepada putranya.
Menurut pembela, Yap melihat tanda-tanda bekas pukulan tongkat pada si kembar dan memperhatikan bahwa istrinya tidak lagi menunjukkan kepedulian terhadap mereka.
Dia juga memperhatikan bahwa istrinya tidak lagi menyuapi atau memandikan si kembar, kata pengacaranya.
Yap kemudian berpikiran ingin mengakhiri hidupnya dan membeli pemecah es pada Desember 2021.
Di awal tahun 2022, dia mulai menyimpan pemikiran serius untuk membunuh putra-putranya dan dirinya sendiri.
Dia menyadari bahwa istrinya semakin frustrasi dan tertekan karena kondisi anak laki-laki tersebut.
Yap merasa istrinya telah menyerah pada mereka, dan dia percaya bahwa membunuh mereka akan menghilangkan bebannya.
Mempertimbangkan semua itu, Jaksa mengatakan bahwa sikap keras harus diambil terhadap pelaku yang menggunakan kekerasan pada korban muda tak berdaya.
“Sementara kondisi mental terdakwa pada saat pelanggaran harus menjadi faktor dalam mengkalibrasi hukuman, penyakitnya bukanlah alasan untuk tindakannya," jelas Jaksa.
“Terutama mengingat terdakwa menyebabkan kematian dua korban muda,” kata jaksa penuntut.
Dengan demikian, Jaksa menuntut hukuman 14 sampai 20 tahun penjara untuk ayah si kembar.
Sementara, pembela mencari hukuman penjara tidak lebih dari lima tahun untuk setiap dakwaan, dan agar hukuman berjalan bersamaan.
Di pengadilan, pengacara Yap membacakan surat yang ditulisnya.
Di dalamnya, dia berkata bahwa dia percaya bahwa dia dapat mengakhiri penderitaan putranya dengan bunuh diri dan membawa mereka "bersama (dia)".
Yap mengatakan kondisinya semakin diperparah ketika mengetahui istrinya selingkuh.
Dengan dia dan si kembar pergi, dia yakin istrinya dapat melanjutkan hidup dengan 'cinta barunya'.
“Sebagai seorang ibu, dia bahkan membuang barang milik kedua putranya. Dia telah melewati batas yang tidak bisa saya toleransi lagi,” tambahnya dalam surat itu.
Pasangan ini sekarang sedang menjalani proses perceraian.
Depresi Berat
Dalam menjatuhkan hukuman Yap, Hakim Vincent Hoong mencatat bahwa ayah si kembar mengalami gangguan depresi berat ketika dia membunuh putranya.
Dia menambahkan bahwa anak laki-laki sangat rentan karena mereka bukan hanya anak kecil, tetapi juga memiliki gangguan spektrum autisme.
Hakim mengatakan itu adalah kasus yang tragis.
"Yap telah mengkhianati kepercayaan mendalam yang dimiliki seorang anak kepada orang tuanya. Alih-alih merawat mereka seperti yang dilakukan orang tua, dia malah membunuh mereka," ucap Hakim.
Sumber:Tribun.Com