Surabaya - Fakta62.info
Dr Drs Heri Mardi Handoko, SH, MH, MSi secara resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum pasca mengikuti ujian terbuka yang dilaksanakan di Aula Ruang Sidang Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, pada Jumat (20/6/2025).
Dengan disertasi berjudul "Perlindungan Hukum Wartawan Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik" telah mengantarkannya LULUS SANGAT MEMUASKAN.
Heri Mardi Handoko menyampaikan syukur Alhamdulillah bisa mencapai apa yang dicita-citakan dengan gelar yang ia dapatkan meski sempat cuti 1 semester karena sakit mata (katarak) semasa studi.
"Akhirnya cita-cita saya tercapai sesuai studi jurusan yang saya kehendaki yaitu Doktor Ilmu Hukum, dan semoga semua ilmu yang saya dapatkan bisa bermanfaat untuk bisa berkembang bagi masyarakat luas atau publik," ujarnya.
Dalam disertasinya, Heri Mardi meneliti tentang hakekat pertanggungjawaban pidana wartawan terhadap tindak pidana pencemaran nama baik, yaitu merujuk pasal 10 peraturan Dewan Pers no 6 tahun 2008, bahwa wartawan segera mencabut, meralat dan memperbaiki disertai dengan permintaan maaf, hak jawab dan hak koreksi yang harus di ambil oleh yang merasa di rugikan. Bila tidak dilayani maka perusahaan pers akan di pidana denda paling banyak 500 juta rupiah.
Dari hasil penelitian pada novelty disertasi menunjukkan bahwa UU pers perlu di sempurnakan, direvisi karena sudah 25 tahun yaitu sejak pertama dibuatnya UU pers No 11 Th 1966 disaat pemerintahan Soeharto. Direvisi dengan No 21 Th 1982, jeda 16 tahun, direvisi dengan No 40 Th 1999 jeda 17 tahun dan sampai sekarang selama 25 tahun belum ada revisi atau belum ada perubahan yaitu tentang Uji Kopetensi Wartawan (UKW) dimasukkan pada UU pers. Ini novelty hakekat pertanggungjawaban wartawan terhadap tindak pidana pencemaran nama baik.
Jadi kalau dalam pasal 1 angka 11 UU pers sudah dinyatakan bahwa berita yang keliru bisa melalui hak jawab.
Sedangkan untuk novelty yang kedua dalam konsep perlindungan hukum terhadap wartawan pada pasal 18 ayat 1 UU pers, bagi yang menghalang halangi dan menghambat tugas wartawan diancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan pidana denda paling banyak 500 juta rupiah, ini perlu ditegaskan melalui peraturan dewan pers, apa yang dimaksud menghalang halangi dan menghambat tugas wartawan. Karena selama ini wartawan sering di halang halangi oleh aparat, sehingga wartawan merasa dirugikan, namun tidak ada penyelesaiannya.
Berikutnya novelty ketiga dalam konsep perlindungan hukum terhadap wartawan yaitu media massa online tidak wajib berbadan usaha yang berbadan hukum, cukup berbadan usaha CV atau Firma, sementara pada pasal 9 UU Pers mengharuskan berbadan hukum.
Karena ini sama dengan mengekang atau membelenggu, merenggut kebebasan pers, terutama media massa online lokal, karena mengingat tingginya biaya mendirikan media massa, ini bertentangan dengan UUD 1945 dan UU pers pasal 6 tentang peran dan fungsi pers.
(Wanda)