Batam, fakta62.info-
Kerusakan lingkungan kembali mencuat di Kota Batam, Kepulauan Riau. Hutan mangrove di tiga wilayah pesisir—Pulau Pial Layang, Pulau Kapal Besar, dan Pulau Kapal Kecil—dilaporkan mengalami kerusakan serius akibat aktivitas pembabatan dan reklamasi oleh perusahaan swasta, PT. Citra Buana Prakarsa (CBP).
Aktivitas reklamasi tersebut diduga kuat dilakukan tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang lengkap sebagaimana diatur dalam perundang-undangan dan peraturan lingkungan hidup di Indonesia. Hingga saat ini, tidak ditemukan adanya dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Persetujuan Lingkungan, maupun izin pemanfaatan ruang laut yang dikeluarkan oleh instansi berwenang.
Hutan mangrove yang selama ini menjadi penyangga alami ekosistem pesisir telah dirusak untuk kepentingan reklamasi dan penimbunan lahan. Padahal, mangrove memiliki fungsi ekologis vital seperti mencegah abrasi, menjaga kualitas air, serta menjadi habitat berbagai biota laut.
Investigasi Langsung Projo Kepri
Menyikapi hal ini, Eko Istiyanto, Wakil Ketua Bidang Investasi, Ekonomi dan Industri DPD Projo Kepulauan Riau, telah melakukan investigasi, bersama sekretaris Dado Herdiansyah, ST langsung ke lokasi pada tanggal 8 Juli 2025. Dalam peninjauannya, Eko menyaksikan secara langsung adanya kerusakan parah dan aktivitas reklamasi di kawasan hutan mangrove yang belum memiliki kejelasan legalitas.
Dalam upaya klarifikasi, Eko dan dado bersama tim Projo kepri mendatangi pemilik PT. CBP, Hartono. Namun, Hartono mengarahkan untuk berkomunikasi melalui legal perusahaan yang bernama Rio. Sayangnya, Rio bersikap tidak kooperatif dan menolak untuk bertemu, meskipun telah diarahkan langsung oleh Hartono. Sikap tertutup ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas reklamasi tersebut memang tidak memiliki dasar hukum yang sah.
DPRD Diduga Lakukan Pembiaran
Yang lebih disesalkan, aktivitas ilegal tersebut tampak dibiarkan begitu saja tanpa pengawasan atau intervensi dari unsur legislatif, baik dari DPRD Kota Batam maupun DPRD Provinsi Kepulauan Riau. Beberapa anggota DPRD dari daerah pemilihan (dapil) yang mencakup lokasi kegiatan tersebut justru dinilai tidak menjalankan fungsi pengawasannya.
"Ini bentuk pembiaran yang sangat merugikan lingkungan dan masa depan pesisir Batam. Wakil rakyat seharusnya berdiri bersama masyarakat, bukan membiarkan praktik perusakan lingkungan demi kepentingan korporasi,” tegas Eko Istiyanto dalam pernyataannya.
Desakan Penegakan Hukum
DPD Projo Kepri mendesak aparat penegak hukum dan instansi terkait seperti Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Mabes Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian ATR/BPN untuk segera turun tangan menghentikan kegiatan reklamasi ilegal tersebut dan melakukan penyelidikan hukum secara menyeluruh.
Masyarakat menilai bahwa kerusakan mangrove tidak hanya mencederai kelestarian lingkungan, tetapi juga merupakan bentuk kejahatan ekologis yang harus ditindak tegas. Apalagi jika ada unsur pembiaran oleh pejabat publik, maka hal itu menjadi bagian dari persoalan struktural yang harus diusut hingga tuntas.
“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Kita ingin keadilan lingkungan benar-benar ditegakkan,” pungkas Eko Istiyanto.