Karimun, fakta62.info-
Pemerintah Kabupaten Karimun secara resmi menetapkan jajaran direksi dan komisaris dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD): PT Pelabuhan Karimun (Perseroda) dan Perumda BPR Tuah Karimun. Namun, penetapan tersebut menuai sorotan tajam dari publik, setelah nama Zondervan, S.E. diumumkan sebagai Direktur Operasional PT Pelabuhan Karimun.
Melalui surat Nomor: 14/PANSEL/VII/2025 tertanggal 14 Juli 2025, pelantikan dijadwalkan pada Rabu, 16 Juli 2025 di Rumah Dinas Bupati. Namun publikasi susunan ini segera dibayangi kontroversi menyusul riwayat masa lalu salah satu kandidat terpilih.
Nama Zondervan pernah muncul dalam audit kasus korupsi BUMD Tanjungpinang tahun 2022, yang sempat menyeret sejumlah nama dalam penyalahgunaan dana non-usaha senilai total Rp517 juta. Dalam laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kepri, Zondervan tercatat ikut menggunakan dana sebesar Rp403 juta yang berasal dari pinjaman Bank Riau Kepri—yang sejatinya diperuntukkan bagi operasional BUMD Tanjungpinang, namun dipakai tidak sesuai peruntukan.
Kendati disebut dalam audit resmi, Zondervan tidak pernah diproses hukum. Penegak hukum hanya menjerat satu orang sebagai terdakwa, yakni Dhiya Widjiasih, yang kemudian dijatuhi hukuman pidana.
Kini, kehadiran kembali nama Zondervan dalam struktur strategis BUMD Karimun memunculkan kekhawatiran publik tentang integritas proses seleksi dan transparansi rekam jejak kandidat.
"Jabatan publik, apalagi menyangkut uang rakyat, harus diisi oleh sosok bersih, bukan nama yang pernah bermasalah,” ujar salah seorang aktivis muda di Karimun yang enggan di sebut namanya
Hingga berita ini diturunkan, Panitia Seleksi maupun Pemerintah Kabupaten Karimun belum memberikan pernyataan resmi terkait polemik tersebut, termasuk alasan pemilihan Zondervan meskipun ada catatan masa lalu yang belum pernah diklarifikasi ke publik.
Pengangkatan ini dinilai dapat mencoreng citra tata kelola BUMD yang seharusnya bersih, transparan, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. Banyak kalangan menilai, jika pemerintah daerah tetap melanjutkan pelantikan tanpa membuka ruang klarifikasi atau audit ulang terhadap nama-nama bermasalah, maka bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap BUMD daerah akan terus terkikis.