Proyek ini dilaksanakan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Umo Buntak dengan target pengerjaan 45 hari kalender. Pendanaannya bersumber dari APBN melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VI, yang berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Konstruksi dipertanyakan, petani merasa dirugikan Pelaksanaan di lapangan menimbulkan tanda tanya besar. Sejumlah petani mengeluhkan konstruksi irigasi yang mereka nilai keliru. Alih-alih mengairi sawah, saluran ini malah dilaporkan menampung air dari area persawahan.
“Seharusnya irigasi ini mengairi sawah kami, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Air dari sawah masuk ke irigasi,” ujar salah satu warga yang tidak ingin disebutkan namanya. "Kami bingung, sebenarnya proyek ini untuk kepentingan siapa?"
Selain itu, ada dugaan pondasi bangunan tidak digali sesuai standar teknis, yang berpotensi mengurangi kualitas dan daya tahan bangunan.
Menurut aturan, proyek P3-TGAI harus dilaksanakan secara swakelola oleh P3A, bukan oleh pihak ketiga. Dengan demikian, P3A Umo Buntak bertanggung jawab penuh atas seluruh tahapan pekerjaan. Sementara itu, BWS Sumatera VI bertugas melakukan pengawasan dan monitoring agar pekerjaan berjalan sesuai spesifikasi.
Dugaan lemahnya pengawasan dari Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) disebut-sebut sebagai penyebab utama masalah ini. Kondisi tersebut memicu desakan agar BWS Sumatera VI Jambi segera bertindak tegas dan memanggil TPM terkait.
Masyarakat Desa Mukai Pintu berharap pihak berwenang, baik pengawas teknis maupun aparat penegak hukum, dapat menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini. "Kami hanya ingin pembangunan yang benar-benar bermanfaat, bukan proyek asal jadi," tegas warga lainnya.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak P3A Umo Buntak dan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VI belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan masalah dalam proyek tersebut.
(S boy)