Dalam pernyataannya kepada media, Lantu menegaskan bahwa tindakan seperti itu sangat tidak etis dan bertentangan dengan semangat kebebasan pers serta kode etik jurnalistik. Ia juga menekankan bahwa hingga saat ini, hanya ada tiga organisasi kewartawanan di Kabupaten Minahasa Selatan yang berbadan hukum dan diakui secara sah, yaitu PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), IWO (Ikatan Wartawan Online), dan SPRI (Serikat Pers Republik Indonesia).
"Jika terbukti oknum tersebut merupakan anggota SPRI, saya pastikan yang bersangkutan akan langsung dikeluarkan dari organisasi. Ini sangat mencoreng nama baik wartawan dan bertentangan dengan kode etik profesi," tegas Andrey Lantu.
Ia juga mengimbau kepada seluruh wartawan di wilayah Minahasa Selatan agar senantiasa menjunjung tinggi etika profesi dan menjaga marwah dunia jurnalistik yang bebas, bertanggung jawab, dan berpihak pada kepentingan publik.
"Kami mendukung pers yang sehat dan profesional, bukan yang justru menciptakan konflik kepentingan atau seolah-olah wilayah peliputan itu milik pribadi atau kelompok," tambahnya.
Lantu mengajak masyarakat serta pihak-pihak terkait untuk melaporkan setiap tindakan menyimpang yang dilakukan oleh oknum wartawan, agar dapat segera ditindaklanjuti secara organisasi maupun hukum.
"SPRI menghimbau kepada pemerintah sebagai mitra kerja wartawan untuk tidak terjebak dalam aktifitas mereka/organisasi ilegal", ucap Ketua Serikat Pers Republik Indonesia Minahasa Selatan yang berpredikat Wartawan Utama Sertifikat kompetensi BNSP.
Sekilas tentang SPRI :
Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) adalah organisasi pers yang didirikan pada tahun 1999, sebelum Dewan Pers dan Departemen Penerangan RI dibubarkan. SPRI didirikan oleh sejumlah tokoh pers, termasuk Lexy Rumengan, Andi Makbul, Brigjen (Purn) TNI Soetjipto, dan Johny Tumimomor. Organisasi ini lahir sebagai wadah perjuangan pers pada masa transisi menuju era reformasi.
Berikut beberapa poin penting mengenai SPRI:
Didirikan pada tahun 1999:
SPRI didirikan pada masa transisi penting dalam sejarah Indonesia, yaitu saat berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era reformasi.
Pendiri dan Tokoh Penting:
Beberapa tokoh pendiri SPRI antara lain Lexy Rumengan, Andi Makbul (almarhum), Brigjen (Purn) TNI Soetjipto (almarhum), dan Johny Tumimomor (almarhum).
Peran dalam Perjuangan Pers:
SPRI menjadi wadah perjuangan bagi para jurnalis dan organisasi pers dalam menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak pers di era reformasi.
Berkontribusi pada Perumusan UU Pers:
SPRI menjadi salah satu organisasi pers yang diundang pemerintah untuk membahas perumusan Undang-undang Pers yang baru, yang kemudian dikenal sebagai Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999.
Peningkatan Kualitas Wartawan:
SPRI juga berperan dalam peningkatan kualitas wartawan melalui berbagai kegiatan pelatihan dan pendidikan, termasuk dalam hal mekanisme penggalian informasi sesuai kode etik jurnalistik dan peraturan perundang-undangan.
Organisasi yang Terus Berkembang:
SPRI terus berupaya mengembangkan diri dan berkontribusi dalam dunia pers Indonesia, termasuk dengan melakukan sosialisasi keberadaannya ke berbagai lembaga pemerintah dan mengadakan pelatihan-pelatihan terkait.
(Britmi)