Kerinci, Fakat62.info-
Proyek Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dilaksanakan Kelompok P3A Sawah Beringin di Kabupaten Kerinci memicu kecaman keras dan terancam gagal total. Proyek ini disorot karena gagal mutu konstruksi, retakan masif pada saluran air, dan dugaan penyimpangan titik lokasi. Warga menilai kondisi ini merupakan bentuk pemborosan uang negara akibat kelalaian pelaksana dan mandulnya pengawasan.
Fakta Gagal Mutu: Ketebalan Lantai Saluran dan Penghilangan Volume
Temuan di lapangan memberikan indikasi kuat adanya pelanggaran spesifikasi teknis dan pengurangan volume material. Indikasi kegagalan mutu pada proyek P3-TGAI P3A Sawah Beringin tersebut meliputi:
1. Kerusakan Fisik Dini: Saluran irigasi pada beberapa titik mengalami retak-retak parah dan pecah. Dugaan utama warga adalah kualitas adukan semen yang terlalu minim dan penggunaan batu yang tidak sesuai standar teknis. Secara struktural, lantai saluran irigasi dinilai tidak begitu tebal lah pengecoran, yang menambah kerentanan konstruksi.
2. Pelanggaran Volume: Warga secara langsung menuding bahwa praktik penggalian pondasi dangkal dan penghilangan volume material telah terjadi. Fakta ini, menurut masyarakat, "sudah nampak di mata kami" dan menjadi bukti nyata adanya penyimpangan yang dilakukan pelaksana.
3. Gagal Fungsi: Proyek ini dinilai tidak fungsional, bahkan merugikan petani. “Kebanyakan aliran jalur irigasi tidak banyak masuk ke sawah melainkan air sawah masuk ke irigasi. Lebih baik tidak usah dibikin sama sekali! Hal ini percuma membuang-buang uang negara dan merugikan petani setempat khususnya di Kabupaten Kerinci,” pungkas warga.
Peninjauan Wartawan: Lokasi Proyek Pindah Desa
Kejanggalan administratif ini menjadi titik sentral kontroversi. Walaupun papan informasi resmi menyebut lokasi proyek adalah Desa Koto Beringin, fakta di lapangan menunjukkan konstruksi justru berada di Desa Koto Aro, pertengahan dengan Desa Koto Tengah.
“Kami tahu kelompok ini tidak tepat titik koordinat dalam pekerjaan proyek. Kemarin tahap pertama, kelompok ini mendapatkan juga proyek berlokasi di Desa Dusun Baru Siulak panjang. Sekarang tahap kedua, kelompok ini juga mendapatkan irigasi yang sama, tapi tidak juga tepat titik koordinat melainkan di Desa Koto Aro, pertengahan dengan Desa Koto Tengah, walaupun dikategorikan dalam wilayah Kecamatan Siulak.”
Mendengar tanggapan masyarakat, wartawan Fakta62info langsung turun ke lokasi untuk melihat dan meninjau kondisi di lapangan. Hasil peninjauan mengonfirmasi adanya ketidaksesuaian lokasi. Kejanggalan ini menjadi pertanyaan besar, mengapa kelompok yang menghadiri sawah di Koto Beringin justru mengalihkan titik koordinat pembangunan irigasi.
“Berarti kelompok ini sengaja melabuhi publik dan media termasuk LSM khususnya di Kabupaten Kerinci,” tambah warga.
Kritik Tajam: Pengawasan Nol, Gaji TPM dari Uang Negara
Kondisi fatal yang merugikan uang negara ini secara eksplisit menyoroti mandulnya sistem pengawasan yang seharusnya melibatkan pejabat BWS, TPM, hingga Kepala Desa sebagai pengawas sosial.
Masyarakat melontarkan kritik sangat tajam kepada Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) yang seharusnya bertugas mengawasi.
“Selama proyek berjalan, kami belum pernah melihat pengawasan dari Pendamping Masyarakat (TPM), padahal orang-orang itu sudah digaji oleh uang negara! Kenapa takut mengawasi? Cuma duduk-duduk saja di kafe sehari-hari... Hampir di Kabupaten Kerinci yang mendapatkan proyek ini banyak yang gagal mutu. Untuk itu di tahun 2026 tidak usah lagi dimasukkan sebab sudah dikategorikan Tingginya tingkat korupsi di proyek ini,” tegas warga dengan nada yang tajam.
Melihat adanya dugaan penyimpangan kualitas, penghilangan volume, hingga kegagalan pengawasan yang terstruktur, masyarakat dan media mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Kejaksaan dan Kepolisian, untuk segera melakukan penyelidikan dan audit forensik terhadap proyek irigasi P3-TGAI ini.
“Kami menuntut APH segera memeriksa Ketua Kelompok P3A, pengurus, dan pejabat pengawas BWS Sumatera VI yang bertanggung jawab atas kegagalan proyek APBN ini,” pinta perwakilan warga.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pelaksana maupun pejabat pengawas resmi, termasuk PPK BWS Sumatera VI, belum memberikan keterangan resmi terkait tuduhan kegagalan mutu, penyimpangan lokasi, dan lemahnya pengawasan TPM.
Selain itu, saat dikonfirmasi oleh wartawan Fakta62info, Kepala Desa Koto Beringin, meskipun sudah melihat [upaya konfirmasi/pesan], enggan untuk membalasnya terkait permasalahan ini karena tidak sesuainya titik koordinat tempat bekerja.
Wartawan dari media Fakta62info terus mencari konfirmasi maupun tanggapan dari seluruh pihak yang bertanggung jawab di proyek ini.
(S boy)









